hotbizbook.ning.com .quickedit{ display:none; }

Rabu, 30 September 2009

Guru, Bukan Menggurui

SUASANA (atmosfer) dunia pendidikan mutakhir kita mengingatkan penulis pada kegiatan Workshop Living Values Education (LVE) di Gedung Pusat Kajian Dinamika Agama, Budaya, dan Masyarakat (Puskadiabuma) Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 12-14 Juni 2009 lalu. Di antara keduanya terdapat ketidaksamaan yang begitu mencolok. Pada Workshop LVE terjadi pembelajaran yang mendidik dan menyenangkan. Sementara, dunia pendidikan kita terkesan menjadikan siswa sebagai robot yang selalu dikekang.

Dalam Workshop LVE bekerja sama The Asia Foundation (TAF) peserta selalu merasakan kegembiraan. Peserta sekitar 40 orang, terdiri atas berbagai instansi di seluruh pelosok Indonesia tersebut mengikuti acara mulai dari awal hingga akhir dengan nyaman, semangat, dan on time. Padahal dalam tiga hari tersebut hanya terdapat satu fasilitator utama dan dua fasilitator pembantu yang notabene peserta workshop.

Menariknya, meski kemampuan intelektual peserta tidak seimbang (baca: ada yang mahasiswa, dosen, santri, kiai, dan lain sebagainya), namun dalam ruangan tidak terjadi kesenjangan dalam belajar. Dengan kata lain, antara mahasiswa, dosen, santri, kiai, dan lain sebaginya tidak ada yang merasa paling bisa dan tidak bisa. Semuanya mempunyai keyakinan bahwa dirinya bisa mengikuti apa yang sedang dipelajari selama workshop tersebut tanpa merasa lebih dari yang lainnya.

Selain itu, suasana persaudaraan, kedamaian, kasih sayang, dan nilai-nilai positif lainnya selalu melekat pada diri setiap peserta. Berawal dari sini, ketika fasilitator memberikan tugas kelompok, antara peserta satu dengan yang lainnya selalu mengerjakan bersama-sama, tanpa memandang temannya siapa; apakah stastus sosialnya di bawahnya atau tidak. Bahkan menariknya lagi, seorang fasilitator juga tidak terkesan menggurui. Dirinya memberikan kesempatan dan menunjukkan jalan bahwa peserta adalah orang-orang yang mampu dan memiliki potensi untuk bisa, hanya saja selama ini potensi tersebut belum dapat direalisasikan.

Suasana seperti inilah yang hingga saat ini tidak pernah terlihat dalam dunia pendidikan kita. Dalam dunia pendidikan kita, seorang guru adalah segalanya. Dirinya adalah "yang maha tahu". Sementara peserta didik adalah orang yang tidak tahu dan harus diberi tahu. Berawal dari sini siswa tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk berkreativitas. Mereka juga tidak merasa bahwa dirinya adalah orang yang mempunyai potensi positif yang dapat menjadikan dirinya maju. Seorang siswa akhirnya hanya mengandalkan asupan intelektual dari gurunya tanpa dirinya mencari lebih jauh pada kehidupan sekelilingnya yang lain.

Berakar dari sinilah output (hasil akhir) dunia pendidikan kita hingga saat ini tidak pernah membanggakan. Siswa hanyalah seorang robot. Dirinya mempunyai kemampuan sesuai apa yang diberikan gurunya. Tidak bisa mengembangkan diri dengan baik karena sejak dini tidak pernah terlatih untuk mengembangkan diri. Kondisi ini tidaklah mengherankan karena sosok seorang guru terkesan menggurui, bukan menjadi fasilitator. Wallahu alam. (Penulis, Koordinator Litbang LP2M Pesantren Nurul Ummah)
ANTON PRASETYO, S.SOS.I.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maturnuwun


Liberty Reserve

.......

 

Copyright © 2009 by MAHA GURU