hotbizbook.ning.com .quickedit{ display:none; }

Senin, 04 Januari 2010

Self Sabotage ???

Kita tidak menyadari bahwa kita terlalu sering melakukan self sabotage sehingga potensi diri tidak dapat berkembang. Malah dengan sering melakukan self sabotage kita terjebak dalam kebodohan dan kesengsaraan hidup. Tetapi anehnya, kita cenderung mempertahankan dan melakukannya. Motif utamanya, karena melakukan self sabotage itu menimbulkan rasa ketagihan atau kecanduan.
Apbila Anda kebetulan seorang perokok dan sudah tahu bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung dan impotensi, namun Anda tetap saja merokok maka Anda termasuk orang melakukan self sabotage. Kasus serupa banyak terjadi, banyak orang yang tahu bahwa narkoba menyebabkan kesengsaraan hidup tetapi tetap saja dilakukan.
Tidak hanya itu, self sabotage sering sekali menghiggapi diri kita dalam merealisasikan sebuah rencana. Kita terlalu sering memiliki sebuah rencana yang bagus. Rencana bisnis katakanlah. Untuk membuat sebuah rencana kitlah ahlinya, sayangnya kita juga ahli menggagalkannya. Rencana satu bulan, konsep binis satu tahun dapat dengan mudah digagalkan dalam satu malam.
Terlalu sering kita menggagalkan rencana. Sejuta konsep atau rencana selalu muncul dalam kepala kita dengan mudah dan lancarnya. Yang perokok berkali-kali ingin segera berhenti, namun belum juga ada tindakan nyata; yang narkoba sering membuat perjanjian untuk tidak lagi kecanduan, tapi tetap saja hanya perjajian; yang mahasiswa/pelajar sering kali membuat jadual belajar, tapi nyaris tidak pernah dilaksanakan; yang karyawan hampir setiap hari membuat agenda kerja tapi hanya sedikit yang terlaksana.
self sabotage merupakan gejala split personality, gejala kepribadian yang tidak utuh, utamanya ketidakseimbangan antara otak kiri dan otak kanan. Kecerdasan otak kiri (rasional) yang “ahli” dalam membuat rencana atau konsep tidak diimbangi dengan kecerdasan otak kanan yang “ahli” dalam pelaksanaan (komitmen). Kecerdasan otak kanan adalah kecerdasan emosinal (melibatkan emosi) dalam melaksanakan sauatu hal (rencana).
Orang yang hanya mengembangkan otak kirinya saja (rasionalnya saja) cenderung ahli analisis saja. Atau sering disebut “ahli tentang”, sekedar kerja kognitif yang seringkali payah bila di lapangan.
Kenapa kita cenderung melakukan self sabotage? Pertama, karena self sabotage itu nikmat, senikmat rokok bagi perokok, dan senikmat sabu-sabu bagi pecandunya. Pikiran kita cenderung mengejar yang mudah, mengejar kenikmatan sesaat dari pada susah-susah mengahadapi tantangan (kesulitan) meski kita tahu bahwa belajar menghadapi kesulitan itu penting untuk masa depan. Kita terlalu sering berpihak pada godaan setan akan kenikmatan sesaat.
Pada saat yang sama, yaitu pada saat kita sedang berkolaborasi dengan setan untuk menggagalkan rencana atau pada saat mau merubah kebiassaan negatif ke positif, pikiran kita segera mengadakan negative self talk. Yaitu, segera membatin bahwa kita tidak bisa melakukannya dengan seribu alasan tentang kemungkinan resiko yang bakal terjadi bila kita mau menjalankan sebuah rencana. Kita, terlalu sayang untuk meninggalkan “zona nyaman” saat ini
Jujur saja, kita terlalu sering melakukan negative self talk, dari pada positive self talk. Setiap harinya kita terlalu sering mengatakan “tidak bisa” dari pada mengatakan “bisa”. Apabila negative self talk itu ibarat sampah, maka sudah ribuan ton sampah yang ditumpahkan ke pikiran kita. Bila self talk itu merupakan hasil selingkuh dengan setan, maka berapa juta hasil pemikiran setan yang kita buat. Betapa pekat dan legamnya pikiran kita, dan betapa rapuhnya bangunan “rumah pikiran” kita bila bahan bakunya terbuat dari kotoran (sampah!) dan dihuni anak-anak setan.
Dengan demikian,kita tidak bisa berharap banyak dari kontruksi pikiran semacam itu. Apabila hukum pikiran mengatakan bahwa “Apa pun yang Anda pikirkan, tubuh Anda menciptakannya dan memberikannya sesuai dengan apa yang Anda pikirkan”, maka apa yang bisa Anda harap dari pikiran yang rapuh dan kotor seperti itu? self sabotage (setan?) sungguh menjadi ancaman nyata dalam diri kita.
Kedua, self sabotage terjadi karena adanya “FEAR factor” (faktor rasa takut). Dalam hal ini, rasa takut pada hal-hal di luar kebiasaannya, di luar zona nyamannya. Juga rasa takut akan kehilangan kenikmatannya saat ini. Rasa takut akan kenikmatan rokok yang sudah menyandu dengan dirinya. Rasa takut gagal bila rencananya dijalankan: lebih baik gini aja!
“FEAR factor” bukan saja berarti munculnya rasa takut, tetapi kata FEAR itu kependekan dari False Evidence Appearing Real. Artinya, bukti palsu/salah seolah-olah tampak nyata/benar. Semisal Anda mau berhenti merokok, pikiran Anda segera mencari sejumlah alasan/bukti (salah) untuk mempertahankan kebiasaan merokok. seperti: merokok itu dapat mengurangi kegemukan, merokok itu menjadikan lebih kreatif, dan sejumlah alasan salah lainnya.
Bukan hanya untuk perubahan kebiasaan merokok. Setiap kali kita mempunyai program baru yang menyangkut soal perubahan perilaku, atau setiap kali kita mau mencoba melaksanakan sebuah rencana, maka pikiran akan segera mencari-cari alasan (salah) agar rencana bisa dibatalkan. Semisal, Anda mau menjalankan bisnis baru setelah beberapa kali gagal, maka kegagalan masa lalu sering kali dijadikan penyebab kegagalan berikutnya. Pada hal, usaha baru Anda, memiliki dimensi dan ruang waktu yang berbeda. Alasan kegagalan masa lalu tidak serta merta menjadi alasan kuat untuk tidak menjalankan bisnis baru Anda. Sayangnya, alasan masa lalu yang salah sering menjadi alasan kuat (dibesar-besarkan oleh pikiran kita sendiri) untuk membatalkan usaha baru.
Hal tersebut di atas terjadi karena pikiran kita atau diri kita sesungguhnya resisten terhadap perubahan. Sebab, setiap perubahan akan membawa resiko dan rasa sakit, sebuah kondisi yang cenderung dihindari oleh pikiran. Utamanya, pikiran yang penuh dengan negative self talk. Pikiran rapuh yang banyak virusnya, banyak anak-anak setan yang tinggal di sana.
Kembali kepada self sabotage. Bahwa self sabotage itu nikmat dan cenderung memperthankan FEAR faktor. Bahwa self sabotage merupakan godaan setan yang terkutuk yang menjadikan diri kita terus bermanja-manja dengan kondisi nyaman sekarang ini sehingga nyaris tidak ada perubahan hidup dalam diri kita.
Bagaimana cara keluar dari belenggu self sabotage? Harus ada keberanian dan sungguh-sungguh ingin berubah. Bukan hanya mau saja tapi sunguh-sungguh mau. Harus ada niat kuat, sekuat ketika kita hendak menjalankan ibadah puasa. Dengan niat kuat, kita bisa menahan makan dan minum termasuk merokok minimal 12 jam dalam berpuasa. Sayang bulan puasa hanya dijadikan ritual saja tanpa pernah dijadikan momentum perubahan diri.
Selanjutnya, gunakan niat kuat itu untuk mengganti negative self talk dengan positive self talk. Ganti, kata-kata “tidak bisa” menjadi “bisa” sesering mungkin. Ganti semua persepsi negatif pada diri sendiri dengan persepsi positif pada diri sendiri. Bersihkan pikiran kotor dan rapuh dengan pikiran sehat dan kuat.
Caranya, afirmasi kata-kata positif sesering mungkin, jauh lebih sering dibanding dengan afirmasi kata-kata negatif yang selama ini kita lakukan. Semakin sering dan intens frekuensinya, semakin baik, sehat dan kuat pikiran kita. Ibarat logika air kopi dan susu. Air kopi hitam (negaitive self talk), dan air susu putih (positive self talk). Bagaimana cara mengganti segelas air kopi dengan air susu, dengan tanpa: menyentuh, menggeser, mengangkat, mengganti gelas dan bahkan tanpa menggunakan alat apa pun? Caranya, tumpahkan sebanyak-banyaknya air susu (positive self talk) ke dalam gelas (pikiran) yang berisi air kopi (negative self talk) sehingga gelas tersebut berubah menjadi air susu.
Tumpahkan, atau masukan dengan cara afirmasi (atau cara apa pun) positif ke dalam pikiran Anda yang selama ini hitam dan pekat akibat terlalu sering melakukan negative self talk, sampai pikiran Anda berubah warna menjadi putih dan bersih, sehat dan kuat. Manakala kontruksi pikiran sudah sehat dan kuat, maka self sabotage segera menghilang dari alam pikiran kita: sebuah kondisi pikiran yang menjadikan diri kita mampu mengembangkan potensi diri secara optimal.[]
* Waidi, Penulis buku "On Becoming A Personal Excellent" dan buku "The Art of Re-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maturnuwun


Liberty Reserve

.......

 

Copyright © 2009 by MAHA GURU