hotbizbook.ning.com .quickedit{ display:none; }

Kamis, 04 Maret 2010

Melayani Jadi Paradigma Kebijakan Kemendiknas

Depok (Mandikdasmen): Paradigma kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional saat ini ditekankan pada tindakan melayani masyarakat. Hal ini—selain tercermin dari visi-misi Kementerian Pendidikan Nasional—juga tergambar jelas dari pidato Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. H. Muhammad Nuh, DEA, saat memberikan arahan kepada peserta Rembuk Nasional Pendidikan, Rabu Kemarin (03/03).

“Ada lima hal yang kini mengalami perubahan dan terjadi di lingkungan pendidikan,” kata Muhammad Nuh.

Perubahan yang dimaksud Muhammad Nuh adalah sebagai berikut; pertama, pergeseran paradigma pendidikan dari wajib belajar sembilan tahun menuju hak belajar sembilan tahun; kedua, kesetaraan dalam pelayanan. Artinya, setiap warga negara, tidak memandang ras, agama, suku, jender, keterbatasan fisik dan mental, berhak memperoleh layanan pendidikan dan perlindungan dari diskriminasi.

Ketiga, pendidikan komprehensif yang meliputi ilmu pengetahuan, budi pekerti (akhlak, karakter), kreativitas, dan inovatif. Poin ketiga ini terinspirasi dari pesan Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Bagian-bagian ini tidak boleh dipisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak bangsa.

“Komprehensif berarti agar semua potensi yang dimiliki peserta didik itu dieksplor, baik potensi intelektualnya, rasanya dan seterusnya,” jelas Muhammad Nuh.

Ujung dari eksplorasi itu, lanjut Muhammad Nuh, adalah kreatifitas dan inovasi, yang berhimpit dengan entrepreneur/usahawan. Kesadaran para pelaku pendidikan akan kreatifitas dan inovasi ini sangat penting. Tapi hendaknya tidak diartikan sebagai entrepreneurship semata, karena bisa berujung pada kepentingan bisnis. Karena itu harus ada sisi sosialnya, dan menjadi socialentrepreneurship.

“Kalau kita tidak melengkapi dengan sisi sosial, seakan-akan kita hanya mengkredit anak-anak lebih dekat dengan kapitalisme. Jadi semuanya serba uang, uang, dan uang. Padahal kan tidak. Ada juga yang harus dilengkapi dengan sosial, sehngga tanggung jawab sosial melekat di situ. Di sinilah pentingnya pendidikan karakter,” lanjut Muhammad Nuh.

Keempat, fungsi sekolah negeri menjadi sekolah publik. Artinya, sekolah negeri bisa dipergunakan sebagai sarana-prasarana pendidikan lain, sedikitnya dengan tujuan yang sama, dan bisa melayani kebutuhan publik atas ilmu pengetahuan, dan ketrampilan; dan kelima, perubahan pemikiran dalam mengelola pendidikan, yang semula berangkat dari pasokan (supply oriented), menjadi berdasarkan kebutuhan (demand oriented). Pasokan yang dimaksud Muhammad Nuh adalah pemikiran pengelolaan pendidikan selama ini masih berdasarkan ketersediaan sumberdaya, sehingga kurang peka terhadap variasi kebutuhan. Karenanya perlu dirubah menjadi demand oriented, yang mengakomodir kebutuhan siswa, kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan, kebutuhan orang tua, dan kebutuhan lembaga, dengan memperhatikan segala variasinya.

Selain itu, Muhammad Nuh juga menyarankan agar para peserta Rembuk Nasional Pendidikan memperhatikan dan memikirkan beberapa isu sebagai berikut; 1) penyatuan SD-SMP satu atap untuk efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Wajar Sembilan Tahun; 2) penggunaan nomor induk siswa nasional mulai SD sampai Perguruan Tinggi, untuk memudahkan sistem administrasi dan pelacakan mutu (sambil menunggu nomor kependudukan tunggal); 3) pewajiban setiap skripsi, tesis, disertasi dan hasil penelitian yang didanai APBN untuk diterbitkan dalam jurnal ilmiah; 4) menggalakkan kegiatan berbagi pengetahuan antara pendidik dan tenaga kependidikan; dan 5) penyelarasan antara dunia pendidikan dengan ketenagakerjaan.

Atas dasar paradigma dan kelima isu itulah, kata Muhammad Nuh, para stake holder pendidikan diharapkan mampu mengembangkan pola pikir melayani yang berorientasi pada kepentingan publik, berdasarkan fungsi, berdasarkan informasi, terbuka, efisien bagi pengguna layanan, tidak dibatasi waktu dan lokasi (anytime, anywhere), dan berkesetaraan (anyone).

Visi dan misi Kementerian Pendidikan Nasional, serta arahan Menteri Pendidikan Nasional dalam Rembuknas ini, makin mempertegas tentang upaya Pemerintah mengimplementasikan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, bahwa; tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan pemerintah harus mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

Dalam pembukaan Rembuknas ini, selain dihadiri Menteri Pendidikan Nasional, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional, juga dihadiri Staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional, para pejabat eselon I, 2 dan Kepala Bagian Perencanaan Unit Utama di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, para kepala dinas pendidikan tingkat provinsi, kabupaten/kota di seluruh Indonesia, rektor/direktur politeknik PTN, Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis), Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Badan Akreditasi Pendidikan, SEAMEO Centers, Atase Pendidikan dan Kebudayaan di luar negeri, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Dubes/Wakil RI di UNESCO, Ketua Umum dan Sesjen PB PGRI.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maturnuwun


Liberty Reserve

.......

 

Copyright © 2009 by MAHA GURU